This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Wednesday 27 January 2021

Kenali Penyebab Dan Gejala TBC Tulang

Kenali Penyebab dan Gejala TBC Tulang Belakang

   Penyakit TBC tidak hanya terjadi pada paru-paru, tapi juga bisa terjadi pada organ dan bagian tubuh lainnya. Salah satu bagian tubuh yang bisa terkena TBC adalah tulang belakang. Kenali penyebab dan gejala TBC tulang belakang, agar dapat dihindari dan tidak terlambat untuk ditangani.


   Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh masuknya bakteri Mycobacterium tuberculosis ke dalam paru-paru. Namun pada kondisi tertentu, bakteri ini justru dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya melalui aliran darah. Jika itu terjadi, maka akan muncul kondisi yang disebut dengan TB ekstra paru atau TB yang terjadi di luar paru-paru.





   TBC tulang belakang dikenal juga dengan nama lain yaitu spondilitis TB (penyakit Pott). Bagian tulang belakang yang paling sering terserang TBC tulang belakang adalah tulang belakang pada area toraks bagian bawah dan tulang punggung bagian atas. Jika bakteri TBC menyebar ke ruas tulang belakang yang berdekatan, maka bisa terjadi infeksi pada bantalan di antara dua ruas tulang belakang, yang disebut diskus intervertebralis.


   Jika bantalan ini terinfeksi, maka jarak kedua ruas tulang belakang akan menyempit bahkan menempel. Tulang belakang pun akan kehilangan kelenturan dan rusak karena tidak mendapatkan asupan nutrisi. Seseorang yang mengalami kondisi ini bisa menjadi sulit untuk bergerak.


   Pada kedua ruas tulang belakang yang saling menempel akibat kerusakan pada diskus, sel-sel yang mati akan terakumulasi sehingga membentuk sebuah abses, atau disebut sebagai gibus. Gibus ini akan membuat punggung terlihat bungkuk, seperti ada sesuatu yang menonjol.


Apa yang Menyebabkan TBC Tulang Belakang?

   Seperti yang sudah dijelaskan di atas, TBC tulang belakang terjadi ketika bakteri Mycobacterium tuberculosis sudah menjalar melalui aliran darah. Selain itu, ada pula faktor risiko lain yang bisa meningkatkan seseorang terkena TBC tulang belakang, seperti kelemahan sistem kekebalan tubuh karena menderita infeksi virus HIV, tinggal di daerah atau negara yang mayoritas penduduknya menderita TBC, serta hidup dalam tingkat sosio-ekonomi rendah.

Bagaimana Gejala Munculnya TBC Tulang Belakang?

   Berikut adalah beberapa gejala yang dapat muncul ketika seseorang terkena TBC tulang belakang:

  • Sakit punggung pada bagian tertentu.
  • Pada malam hari tubuh berkeringat dan demam.
  • Mengalami penurunan berat badan atau mengalami anoreksia.
  • Bungkuk atau kifosis yang kadang disertai pembengkakan di sekitar tulang belakang.
  • Tubuh kaku dan tegang.
  • Munculnya kelainan saraf, jika saraf ikut terganggu.
  • Penonjolan tulang belakang (gibus).
  • Munculnya benjolan pada bagian selangkangan akibat abses, yang sering dikira sebagai hernia.

   Kondisi di atas dapat terjadi secara bertahap atau mungkin tanpa disadari. Cobalah untuk memeriksakan diri ke dokter jika mengalami gejala-gejala di atas. Untuk mendiagnosis TBC tulang belakang, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik ditambah serangkaian pemeriksaan penunjang, seperti Rontgen tulang belakang, CT scan, MRI, dan biopsi jaringan sekitar ruas tulang belakang dengan menggunakan jarum.


   Tes lainnya yang mungkin dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap, termasuk tes laju endap darah (LED). Pada pasien TBC tulang belakang, umumnya laju endap darah akan meningkat. Setelah tuberkulosis aktif dapat dikendalikan, laju endap darah akan kembali normal atau mendekati normal. Pada penderita TBC tulang belakang, juga terjadi peningkatan jumlah sel darah putih.


   TBC tulang belakang dapat diatasi dengan mengonsumsi obat anti tuberkulosis (OAT) selama beberapa bulan secara teratur, tanpa putus obat. Untuk kasus TBC tulang belakang yang menimbulkan komplikasi, misalnya kerusakan saraf, maka diperlukan penanganan dengan prosedur operasi. Kenali gejala-gejala TBC tulang belakang dan segeralah periksakan diri ke dokter jika mengalami keluhan yang mencurigakan.

PENDERITA TBC TULANG



Referensi :
Ditinjau oleh: dr. Kevin Adrian

Garg, R. & Somvanshi, D. NCBI. Spinal tuberculosis: A review. The Journal of Spinal Cord Medicine. 2011. 34(5), pp. 440–454.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (2014). Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis.
Easmon, C. Net Doctor UK (2013). Tuberculosis.
Tidy, C. Patient (2017). Spinal Tuberculosis.
WebMD (2017). What Is Tuberculosis?
 https://www.alodokter.com/kenali-penyebab-dan-gejala-tbc-tulang-belakang 


Diagnosis Dan Cara Pencegahan TBC Tulang

 Diagnosis TBC Tulang Belakang











   Pemeriksaan akan diawali dengan anamnesis tentang gejala yang dialami, riwayat penyakit yang pernah diderita dan riwayat penyakit keluarga. Kemudian akan dilakukan pemeriksaan fisik berupa :


  • Pemeriksaan susunan tulang belakang
  • Pemeriksaan detail fungsi saraf
  • Evaluasi ada tidaknya benjolan subkutan di daerah lambung
  • Pemeriksaan kulit termasuk di daerah yang berongga.

   Kemudiaan akan dilakukan tes laboratorim untuk memastikan diagnosa. Beberapa tes laboratorium yang mungkin dilakukan untuk memperoleh diagnosis TBC tulang belakang adalah:


  • Tes sedimentasi sel darah merah dilakukan untuk mendeteksi jika terjadi peradangan di dalam tubuh.
  • Tes kulit Mantoux, dilakukan untuk memastikan dan menentukan apakah pasien terinfeksi bakteri TBC atau tidak, berdasarkan reaksi kulit yang telah disuntikkan tuberkulin PPD.
  • MRI dan CT scan, dilakukan untuk mengetahui tingkat penekanan dan perubahan elemen tulang pada stadium awal penyakit. Walau demikian, MRI lebih direkomendasikan dibanding CT-scan.
  • X-ray tulang belakang dan dada (CXR). Tes ini dilakukan untuk mendeteksi jika terdapat kerusakan atau penyempitan ruang antar keping tulang belakang. Selain itu, prosedur ini dapat mengetahui jika terdapat tuberkulosis pada saluran pernapasan yang menyebar ke tulang belakang.
  • Biopsi pada tulang atau jaringan sinovial dengan menggunakan jarum mungkin turut dilakukan untuk mendeteksi bakteri penyebab TBC tulang belakang. Kemungkinan dibutuhkan kultur bakteri untuk memastikan diagnosa.

   Pemeriksaan secara saksama dan menyeluruh penting untuk dilakukan dalam upaya membedakan diagnosis TBC tulang belakang dari kondisi lain yang memiliki gejala-gejala serupa, seperti:


  • Tumor tulang belakang
  • Multiple myeloma
  • Metastasis kanker lainnya.

Pencegahan TBC Tulang Belakang

Sama dengan langkah pengobatan penyakit tuberkulosis, vaksinasi merupakan tindakan pencegahan TBC tulang belakang yang utama. Vaksin yang diterima adalah vaksin Bacillus Calmette-Guerrin atau BCG. Vaksin ini wajib diberikan sebelum bayi berusia tiga bulan. Anak-anak, remaja, serta orang dewasa yang belum menerima vaksin BCG juga dianjurkan untuk menerima vaksin ini secepatnya walau akan berpengaruh kepada penurunan tingkat efektivitas. Beberapa tindakan pencegahan TBC tulang belakang lain yang tidak kalah penting, yaitu:


Tutupi mulut atau kenakan masker ketika berada ditempat umum ketika bersin, batuk, atau tertawa.

Bagi non penderita, kenakan masker jika berinteraksi dengan penderita TBC. Hindari pula terlalu sering berinteraksi dengan para penderita.

Mulailah kebiasaan mencuci tangan secara teratur.

Pastikan rumah memiliki sirkulasi udara yang baik demi melancarkan pergantian udara di dalam rumah.


Ditinjau oleh: dr. Marianti
Referensi

Faried, et al. (2015). Spondylitis Tuberculosis in Neurosurgery Department Bandung Indonesia. JSM Neurosurgery and Spine, 3(3), pp. 1059.
Garg, et al. (2011). Spinal Tuberculosis: A Review. Journal of Spinal Cord Medicine, 34(5), pp. 440-454.
Hidalgo, J. Medscape (2018). Pott Disease (Tuberculous Spondylitis) Clinical Presentation.
NIH (2018). MedlinePlus. Anorexia.
Tidy, C. Patient (2017). Spinal Tuberculosis.

Pengobatan TBC Tulang Belakang

 Pengobatan TBC Tulang Belakang





   Sedikit berbeda dengan kondisi tuberkulosis, pengobatan TBC tulang belakang berkemungkinan memerlukan tindakan operasi sebagai bentuk perawatan tambahan selain antibitiotik yang diberikan untuk mengobati tuberkulosis. Penderita TBC tulang belakang juga mungkin disarankan untuk tidak menggerakkan tulang belakangnya hingga suatu periode tertentu. Hal ini dilakukan dengan mengenakan bebat atau alat khusus untuk waktu yang lama. Selain itu, serangkaian terapi fisik akan disarankan untuk diikuti demi mengurangi nyeri serta melatih kekuatan dan fleksibilitas tulang.


   Pada pengobatan TBC tulang belakang, pemberian antibiotik tetap dilakukan hingga periode pengobatan yang telah ditentukan dan harus dihabiskan. Beberapa jenis antibiotik yang umumnya digunakan, antara lain rifampicin dan ethambutol. Efek samping yang mungkin timbul dari obat-obatan ini, antara lain sakit kuning, demam, ruam, gatal-gatal, menurunnya nafsu makan, dan urine berwarna gelap. Obat pereda rasa sakit mungkin diresepkan oleh dokter juga. Terapi pengobatan TBC tulang belakang dapat berlangsung hingga lebih dari enam bulan, tergantung kepada tingkat keparahan dan kondisi fisik pasien.


   Walau masa penyembuhan dapat berlangsung selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun, TBC tulang belakang tetap dapat disembuhkan selama segera bisa dideteksi dan ditangani dengan benar. Tujuan lain dari penanganan cepat ini adalah untuk mengurangi risiko pasien terkena komplikasi, berupa berbagai jenis kelainan atau cacat pada tulang belakang hingga mengalami kelumpuhan.


Pengobatan TBC Tulang


Ditinjau oleh: dr. Marianti

Referensi

Faried, et al. (2015). Spondylitis Tuberculosis in Neurosurgery Department Bandung Indonesia. JSM Neurosurgery and Spine, 3(3), pp. 1059.
Garg, et al. (2011). Spinal Tuberculosis: A Review. Journal of Spinal Cord Medicine, 34(5), pp. 440-454.
Hidalgo, J. Medscape (2018). Pott Disease (Tuberculous Spondylitis) Clinical Presentation.
NIH (2018). MedlinePlus. Anorexia.
Tidy, C. Patient (2017). Spinal Tuberculosis.

https://www.alodokter.com/tbc-tulang-belakang

Sunday 10 January 2021

Pentingnya Olahraga di Kondisi Pandemi COVID-19




   09 September setiap tahun diperingati sebagai Hari Olahraga Nasional (Haornas). Tanggal tersebut ditetapkan sebagai Haornas karena bertepatan dengan tanggal pembukaan pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) I yang berlangsung pada 9-14 September 1948 di Solo, Jawa Tengah. Haornas diadakan sebagai upaya untuk meningkatkan semangat berolahraga warga negara Indonesia.


Adanya warga negara yang senantiasa melakukan berbagai kegiatan olahraga diharapkan dapat menciptakan negara Indonesia dengan penduduk yang sehat dan bugar. Hal tersebut pun sejalan dengan program Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang dicanangkan oleh Kementrian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia yang menjadikan olahraga atau aktivitas fisik sebagai salah satu bagian dari PHBS dan sekarang ini semakin gencar dipromosikan oleh Kemenkes RI sebagai salah satu upaya untuk mengurangi penyebaran Covid-19 di Indonesia.


   Olahraga atau aktivitas fisik sebagai bagian dari PHBS merupakan hal yang sangat penting di masa pandemik Covid-19 yang masih berlangsung saat ini. Dikutip dari International Journal of Cardiovascular Science, olahraga atau aktivitas fisik, terutama pada intensitas dan durasi sedang, dapat mendukung respon imun dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Sedangkan, olahraga dengan intensitas tinggi dan berkepanjangan tidak disarankan untuk dilakukan karena dapat menyebabkan imunosupresi atau menurunkan imunitas tubuh.


   Beberapa hasil penelitian juga menunjukkan bahwa olahraga atau aktivitas fisik dapat mencegah terjadinya gangguan mental yang dialami oleh sebagian orang karena adanya penerapan karantina dan isolasi, maupun jaga jarak (physical dystancing) akibat pandemik Covid-19. Gangguan mental tersebut misalnya depresi, kecemasan, sindrom kelelahan dan stress.


   Berolahraga atau melakukan aktivitas fisik juga dapat menghindarkan seseorang dari penyakit jantung, diabetes, dan tekanan darah tinggi, penyakit yang kemungkinan besar dapat terjadi pada masa pandemik Covid-29 karena kurangnya aktivitas fisik masyarakat yang cenderung menghabiskan waktu di rumah dengan menonton televisi, menggunakan handphone, dan bermain game, sehingga berisiko mengalami penyakit jantung, diabetes, dan tekanan darah tinggi.



Olahraga apa saja yang dapat dilakukan dikondisi pandemik Covid-19?


   Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, olahraga yang dapat dilakukan dikondisi pandemik Covid-19 adalah olahraga dengan intensitas dan durasi sedang yang dapat dilakukan di dalam maupun di luar ruangan. Olahraga dalam ruangan yang dapat dilakukan yaitu jalan cepat di sekitar rumah atau naik turun tangga selama 10-15 menit sebanyak 3 kali sehari, menari, lompat tali, atau berolahraga dengan menggunakan mesin kardio, jika memilikinya. Sedangkan olahraga luar ruangan yang dapat dilakukan yaitu  berjalan di sekitar tempat tinggal atau taman, bersepeda, berkebun, dan bermain games dengan keluarga. Berolahraga dengan melatih kekuatan juga dapat dilakukan dengan mendownload aplikasi yang dapat menjadi panduan untuk melakukan latihan kekuatan dan melakukan yoga.


 

Yang pelu diperhatikan saat berolahraga dikondisi pandemik Covid-19


   Jika berolahraga di luar ruangan, selalu gunakanlah masker dan jaga jarak dengan orang lain, serta mencuci tangan. Sesuaikan durasi berolahraga sesuai dengan kondisi fisik anda. Lakukan olahraga atau aktivitas fisik secara rutin dan jadikan kebiasaan.

 



Sumber Artikel:


Dominski, FH. & Brandt, R. Do the benefits of exercise in indoor and outdoor environments during the COVID‑19 pandemic outweigh the risks of infection? Sport Sciences for Health (2020) 16:583–588 Pitanga et al. Physical Activity and COVID-19. Int J Cardiovasc Sci. 2020; 33(4):401-403 https://www.exerciseismedicine.org

http://www.darya-varia.com/id/read/pentingnya-olahraga-di-kondisi-pandemi-covid-19

 

Sumber Gambar:

https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Ftirto.id%2Fmanfaat-dan-tips-olahraga-bagi-lansia-saat-pandemi-covid-19-f62r&psig=AOvVaw2J6oZW68wA7dmkhdAIKOFq&ust=1610432980508000&source=images&cd=vfe&ved=0CAIQjRxqFwoTCPjF-JGmk-4CFQAAAAAdAAAAABAD